2 August 2016

Lazada!!! Good? Bad? Well I think both.


Pengalamam pertama kali beli barang di Lazada sedikit dag dig dug. Well 60-40 lah percaya sama situs beli online walau sudah terkenal dan punya reputasi. 

Berbekal dengan pengalaman salah satu temen kantor yang baru aja dapet kiriman paket dari lazada. Sebuah android seri terbaru waktu itu. Transaksinya kira-kira sekitar 3Jt lebih. Hemmm...jumlahnya lumayan untuk pegawai biasa sepertiku.

Sambil melihat-lihat barang yang ditawarkan, pikiran mulai berpikir, "Beli gak ya? Beli gak ya? Kalau ada masalah gimana? Kalau barangnya cacat gimana?". Kurang lebih seperti ini lah dialog pikiran dan hatiku. Akhirnya pilihanku untuk tetap yakin akan memesan barang via Lazada ini.

Pilihanku jatuh pada sebuah android yang mempunyai spesifikasi terbaru dengan harga yang terjangkau bagiku. Jempolku bergerak ke tombol pesan di layar androidku saat itu dan mengikuti instruksi sampai ke pembayaran. Setelah pesanan sudah terkonfirmasi, ada sms dan email masuk di kotak masuk. Ternyata pemberitahuan untuk segera membayar barang pesananku sebelum 24 jam atau pesanan akan di batalkan.

Langsung kutancap gas motorku menuju ATM terdekat dan segera mengikuti prosedur pembayaran yang tertera di sms dan emailku tadi.

4 hari kemudian, lebih cepat dari waktu ekstimasi barang sampai, paket sudah diterima orang rumah (kebetulan lagi diluar saat itu). Saat sampao rumah kubongkarlah pamet tersebut untuk melihat kondisi barang serta berdoa ketakutanku tidak terjadi. Well barangnya oke banget juga bagus, packingnya rapi pokoke joss lah.

Setelah pengalaman pertama itu membuatku nyaman dan lebih percaya dengan Lazada. Tidak terasa sampai saat ini (2 bulan semenjak pesanan pertamaku) sudah 8x transaksi yang kulakukan dengan Lazada, walau nilainya tidak ada yang besar.

Now this is the problem.
8x transaksi, transaksi ke-3 barang dari luar negri. Estimasi sampai 2 bulan. Tak apa kupikir, dari pada tidak sama sekali karena di dalam negeri tidak ada barang tersebut. 22 hari telah lewa, sms dan email masuk ke inboxku bahwa pesanan dari luar negri tersebut sudah di terima. Kutanyakan pada orang rumah karena kebetulan tidak sedang dirumah, bahwa tidak ada barang yang diterima orang rumah.

Aku melapor ke pusat bantuan Lazada melalui email. Sekejap langsung balas oleh bot. Beberapa jam kemudian balasan lagi tetapi bukan dari bot, yang menyatakan bahwa barang sudah sampai dan diterima oleh orang rumah juga dilampirkan no resi. Seketika itu juga perasaanku campur aduk, pusing, tidak karuan, mual, lemas, letih, lesu, lunglai (anemia). Lebai banget. Setelah memeriksa no resi yang tertera pada email, tidak disangka barang sampai bukan pada alamat yang tepat. Beda 1 kota dari alamat tujuan. Well dengan bukti yang kuat, kembali ku balas email dari Lazada. Lewat 3 hari masuklah email ke inboxku bahwa barang akan di kembalikan kegudang mereka dan akan mengembalikkan dana 100%. 

Sampai disini cerita karena masalahnya selesai. Beberapa yang kusesali,
1. Lalai. Barang bisa sampai ke alamat lain yang jaraknya beda 1 kota dari alamat tertera pada pesanan.
2. Tidak menanyakan identitas penerima saat menyerahkan barang, seperti yang tertera pada peraturan Lazada, untuk menyiapkan identitas dan surat keterangan apabila pemesan tidak dapat menerima barang secara langsung.
3. 22 hari menunggu tidak mendapat hasil apa-apa, padahal 1 kota lagi nyebrang dikit aja sudah sampai, bukan diteruskan malah dibalikin ke gudang. Mungkin karena tidak mau penerima yang asli menerima barang yang kemungkinana sudah turun kualitasnya karena penerima palsu, at least biarkan pemesan melihat barangnya dulu. 22 hari kutunggu paketku tak kunjung jua datang. T_T

Well, walau 1 kesalahan yang mereka buat membuatku menunggu 3 minggu tanpa hasil, tapi sudah beberapa kali barang yang kupesan sampai dengan selamat dengan packing yang lumayan rapi, that's enough to tell I LIKE LAZADA.

Tidak ada kesalah yang disebut kesalahan.
Kesalahan adalah ketika kita berbuat salah.
-Pevita Pearce-

Saya Andrian,
Ini lah Blog saya.

14 July 2016

Augmented Reality


Lagi hangat-hangatnya nih Pokemon GO. Tapi kali ini saya tidak membahas pokemon GO. Nanti dikira promosi (hahaha). Yang akan saya bahas adalah teknologi Augmented Reality (AR) yang digunakan oleh niantic untuk pengembangan pokemon GO.

Apa sih Augmented Reality itu?
Augmented Reality sendiri merupakan suatu teknologi yang memungkinkan penggabungan objek maya 2D dan atau 3D ke lingkungan nyata dan memproyeksikan objek tersebut dalam waktu nyata. Oke ini jelas penjelasan dari wikipedia. Emang gak punya penjelasan lain apa?


Wah kalau penjelasan saya sendiri, tidak jauh beda karna saya pun dapat dari wikipedia dan forum-forum lainnya yang membahas AR ini. Dari penjelasan om wikipedia AR ini memproyeksikan objek maya ke dalam waktu nyata atau realtime. Jadi bukan membuat objek maya menjadi nyata. 

Masih bingung?
Oke langsung saja contohnya kalau kalian bermain pokemon GO saat bertemu dengan wild pokemon kalian akan disuguhkan tampilan dunia nyata yang ternyata ada pokemonnya pada android atau iphone kalian tapi saat melihat tidak melalui gadget kalian pokemonnya hilang. Karna AR memproyeksikan objek maya sehingga objek akan muncul hanya jika dilihat melalui gadget (yang support tentunya).


Augmented Reality mempunyai 2 tipe, marker based dan markerless. Pembahasannya mirip" skripsi nih. Wajar saja, ini skripsi saya yang saya ketik ulang dengan bahasa yang tidak formal. 

Oke kembali ke pembahasan, augmented reality mempunyai 2 tipe, marker based dan markerless.
Marker based, dimana objek maya akan ditampilkan ketika kamera menangkap atau mengindentifikasi pola yang telah didaftarkan ke dalam software.


Seperti yang bisa kalian lihat dibawah objek maya Bumblebee ada papan LJK yang menjepit kertas bergambar pola yang sudah saya daftarkan ke sofware yang saya gunakan. Sori memang gak keliatan, soalny ini foto setahun lalu dan memang untuk objeknya saya tampilkan pas diatas pola, sehingga menutupi pola.

Pola yang saya gunakan untuk memunculkan objek bumblebee seperti ini. 


Apa harus polanya memiliki garis hitam tebal di setiap sisi dan ditengahnya bertuliskan AR?
Tentu tidak, polanya bisa sembarang kalian, yang penting pola dapat dengan jelas di identifikasi saat di sasarkan oleh kamera. Kalian bisa juga menggunakan pecahan uang sebagai pola untuk memproyeksikan objek maya tersebut. Lagi-lagi pola pecahan uang adalah pola yang saya gunakan dalam skripsi saya. 

Memang seperti apa sih skripsinya kok sepertinya besar-besarkan?
Bukan membesar-besarkan, tapi saya lebih membanggakan usaha saya sendiri walau bisa dibilang gak ada apa apanya, tetapi bukan hasil orang lain yang mengerjakannya (uppss, no offense).

Maaf postingan ini bukan membahas skripsi saya, hahaha

Markerless, berbeda dengan marker based, augmented reality tipe ini tidak perlu menggunakan pola khusus yang didaftarkan dalam software untuk memproyeksikan objeknya. Menurut hasil surfing saya di internet, tipe ini mempunyai 2 teknik, yaitu Pose tracking dan Pattern Matching

Pose tracking bekerja dengan mengamati lingkungan yang static (tidak bergerak) dengan perangkat keras AR yang bergerak. Teknik ini dapat dilihat pada penerapan Global Positioning System (GPS), kompas dijital dan sensor. 

Pattern Matching mirip dengan tipe marker based, namun marker diganti dengan suatu gambar biasa. Berbeda dengan teknik pose tracking, cara kerja teknik pattern matching adalah dengan mengamati lingkingan nyata melalui pendeteksian pola dan orientasi gambar dengan perangkat keras AR yang tidak bergerak.

Dari penjelasan diatas, tipe yang digunakan dalam Pokemon GO adalah tipe markerless, pose tracking. Tentu ini semua hasil dari pencarian saya di forum-forum dan website yang mem-posting tentang augmented reality.

Oke sekian pembahasan yang tidak membantu tentang augmented reality ini. Jika ada hal yang kurang atau salah, mohon dimaafkan dan di koreksi.

Bonus. Belum rilis tapi sudah dimainin. hahahaha